1.
Pengertian
Komitmen Organisasi
Konsep komitmen karyawan terhadap organisasi telah
didefinisikan dan diukur dengan berbagai cara yang berbeda. Komitmen karyawan
pada organisasi merupakan dimensi perilaku yang penting dan digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan karyawan dalam bertahan dan melaksanakan kewajiban pada
organisasi. Hasil evaluasi komitmen karyawan dapat menentukan arah kebijakan
organisasi dengan modal sumber daya manusia yang berdaya guna (Alameh et al, 2011).
Susanty dan Miradipta (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasi
adalah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses
berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap
organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan.
Sedangkan menurut Gibson, et. al (2009)
komitmen organisasi merupakan identifikasi rasa, keterlibatan loyalitas yang
ditampakkan oleh pekerja terhadap organisasinya atau unit organisasi.
Komitmen organisasi ditunjukkan dalam sikap
penerimaan, keyakinan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan sebuah
organisasi demi tercapainya tujuan organisasi. Komitmen seseorang terhadap
organisasi melibatkan tiga sikap (Gibson, et.
al, 2009):
a.
Identifikasi dengan tujuan organisasi,
b.
Perasaan keterlibatan dalam tugas-tugas
organisasi, dan
c.
Perasaan loyalitas terhadap organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap
organisasi adalah tingkat kemauan karyawan untuk mengidentifikasikan dirinya
dan berpartisipasi aktif pada organisasi yang ditandai keinginan untuk tetap
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan
nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk bekerja semaksimal
mungkin demi kepentingan organisasi.
Komitmen
organisasional didefinisikan sebagai “The
degree to which an employee identifies with a particular organization and its
goals, and wishes to maintain membership in the organization” (Robbins,
2002).
Komitmen
organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan
keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor
psikologis: (1) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi
tertentu, (2) Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan (3)
Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan
organisasi.
Usaha untuk
menjelaskan rahasia kesuksesan bisnis bahwa cara terbaik untuk memotivasi
orang-orang mencapai komitmen penuh pada nilai-nilai organisasi adalah melalui
kepemimpinan (leadership) dan keterlibatan. Pendekatan ini seringkali disebut
pendekatan Heart and Minds (Amstrong, 1994). Pendekatan untuk menjelaskan
mengenai komitmen organisasi oleh Shepperd dan Mathew (2000) dikelompokkan
menjadi empat pendekatan, yakni:
a. Pendekatan Berdasarkan
Sikap (Attitudinal Approach)
Komitmen
menurut pendekatan ini, menunjuk pada permasalahan keterlibatan dan loyalitas.
Komitmen adalah identifikasi yang relatif kuat serta keterlibatan dari individu
terhadap organisasi tertentu. Terdapat 3 faktor yang tercakup di dalamnya,
yakni (Amstrong, 1994):
1.
Keinginan kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
2.
Keyakinan kuat dan penerimaan terhadap nilai- nilai dan serta tujuan dari
organisasi.
3.
Penerimaan untuk melakukan usaha-usaha sesuai dengan organisasi.
b.
Pendekatan Komitmen Organisasi Multi Dimensi (The Multidimensional Approach)
Keberhasilan sebuah organisasi ditentukan dalam
mengelola SDM. Tinggi rendahnya komitmen karyawan terhadap organisasi tempat
mereka bekerja, sangatlah menentukan kinerja yang akan dicapai organisasi.
Menurut Sani (2013)
komitmen organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka
atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja. Komitmen organisasi sebagai rasa
identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan
(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan
loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan)
yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat
bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik
terhadap tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasinya. Karyawan yang komit
terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap
lembaganya. Karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya,
berusaha meningkakan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu
mewujudkan tujuan organisasi.
2. Peran Komitmen Organisasional
Menurut Robbins
(2008) komitmen organisasional merupakan perpaduan antara sikap dan perilaku.
Sedangkan motivasi adalah sesuatu yang memulai gerakan, sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku
dalam cara-cara tertentu. Robbins (2008) mengatakan bahwa motivasi merupakan
hasil interaksi antara individu dan situasinya, sehingga manusia mempunyai
inovasi berbeda antara satu dengan yang lain. Dengan adanya komitmen
organisasional pada seseorang, akan
menimbulkan motivasi untuk bekerja sebaik-baiknya pada suatu organisasi
sebagai upaya mewujudkan tujuan bersama,
sebagai konsekuensi bahwa komitmen tersebut dapat terwujud atau tercapai.
Penelitian yang dilakukan Alameh et al (2011) mengungkapkan bahwa affective
commitment memediasi pengaruh etika kerja Islam pada dimensi affective
dan behavioral tendency dari sikap-sikap terhadap perubahan
organisasi. Keterlibatan kerja yang tinggi akan menyebabkan komitmen dimana
pada gilirannya akan mengarah pada tingkat kinerja yang lebih tinggi. Penelitian
Dunlop and Lee (2004)
telah menunjukkan bahwa komitmen organisasi berhubungan positif terhadap
kinerja pekerjaan, temuan ini berpendapat bahwa karyawan yang berkomitmen untuk
organisasi mereka lebih mungkin tidak hanya untuk tetap dengan organisasi
tetapi juga cenderung mengerahkan usaha lebih atas nama organisasi dan bekerja
menuju kesuksesan. Secara umum diskusi yang telah dikemukakan sebelumnya telah
menyiratkan bahwa keterlibatan kerja akan mendorong komitmen organisasi
individu dan komitmen individu pada gilirannya akan dimasukkan kedalam usaha
ekstra atas nama organisasi yang akan menyebabkan peningkatan kinerja
3. Indikator Pengukuran Komitmen
Organisasi
Perasaan akan komitmen terhadap organisasi diawali
oleh keyakinan akan identifikasi organisasi dan digeneralisasikan terhadap
nilai-nilai loyalitas dan tanggung jawab. Meyer dan Allen (1991) berpendapata bahwa terdapat
tiga komponen model komitmen organisasi dan direfleksikan dalam tiga pokok
utama: affective commitment, continuance commitment, normative commitment.
a. Continuance Commitment adalah keinginan untuk
tetap bekerja padaperusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait
dengan pekerjaanya. Individu
dengan komitmen kontinu yang tinggi akan bertahan dalam organisasi bukan karena
alasan emosional, tetapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut
terhadap kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan
dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki
keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut
tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut
dapat merasakan putus asa dan stres yang dapat menghambat kinerja. Meyer dan
Allen (1991) menyatakan bahwa komitmen kontinu memiliki hubungan yang negatif
pada tingkat kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan.
Individu dengan komitmen kontinu tinggi akan memilih bertahan dalam organisasi
dibandingkan yang rendah, dan tidak akan mempengaruhi hasil pengukuran kerja
(Meyer dan Allen, 1991). Komitmen kontinu tidak memiliki hubungan dengan
perilaku organizational citizenship
(Meyer dan Allen, 1991), komitmen kontinu juga dianggap tidak berhubungan
dengan perilaku altruism ataupun compliance, dimana keduanya termasuk
kedalam organizational citizenship.
Komitmen kontinu tidak berhubungan dengan kecenderungan anggota organisasi
untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu
situasi apa adanya (Meyer dan Allen, 1991). Hal menarik lainnya, semakin besar
komitmen kontinu individu, maka akan semakin bersikap pasif atau membiarkan
saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik.
b. Normative Commitment adalah keinginan untuk
tetap bekerja pada perusahaan adanya tekanan dari pihak lain. Meninggalkan
perusahaan dianggap bertentangan dengan pendapat umum yang berlaku. Individu
dengan komitmen normatif yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi
karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer dan Allen (1991)
menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk
berperilaku baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun
adanya komitmen normatif diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan
perilaku dalam pekerjaan, seperti job
performance, work attendance, dan
organizational citizenship. Komitmen
normatif akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Individu dengan komitmen
normatif yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya
suatu kewajiban atau tugas. Meyer dan Allen (1991) menyatakan bahwa perasaan
semacam itu akan memotivasi individu untuk berperilaku baik dan melakukan
tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya komitmen normatif diharapkan
memiliki hubungan yang positif dengan perilaku dalam pekerjaan, seperti job performance, work attendance, dan organizational citizenship. Komitmen
normatif akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Meyer dan Allen, 1991). Komitmen normatif
dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam suatu penelitian
(Meyer dan Allen, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian komitmen normatif berhubungan positif dengan
pengukuran hasil kerja, pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan dan
perilaku organizational citizenship
(Meyer dan Allen, 1991).
Walaupun demikian hubungan antara komitmen normatif dengan perilaku extra-role lebih lemah jika dibandingkan
komitmen afektif.. Komitmen
normatif dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam suatu
penelitian (Meyer dan Allen, 1991).
Berdasarkan hasil penelitian komitmen normatif berhubungan positif dengan
pengukuran hasil kerja, pengukuran laporan kerja dari keseluruhan pekerjaan dan
perilaku organizational citizenship
(Meyer dan Allen, 1991).
Walaupun demikian hubungan antara komitmen normatif dengan perilaku extra-role
lebih lemah jika dibandingkan komitmen afektif.
c. Affective Commitment adalah keinginan untuk
bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada
keinginan untuk menjalankannya. Individu
dengan komitmen afektif tinggi
memiliki ikatan emosional yang erat terhadap organisasi. Hal ini berarti bahwa
individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi
secara aktif terhadap organisasi dibandingkan individu dengan komitmen afektif rendah. Meyer dan
Allen (1991)
mengemukakan bahwa komitmen afektif
memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat kehadiran atau absensi, dan
berdasarkan role-job performance atau hasil pekerjaan yang dilakukan,
individu dengan komitmen afektif tinggi akan bekerja lebih keras dan
menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan individu dengan
komitmen afektif rendah. Meyer dan Allen (1991) juga menyatakan bahwa individu dengan komitmen afektif tinggi
akan mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Komitmen afektif memiliki
hubungan erat dengan pengukuran self-reported dari keseluruhan hasil
pekerjaan individu dan individu dengan komitmen afektif tinggi memiliki perilaku
organizational citizenship lebih
tinggi dibandingkan individu dengan komitmen afektif rendah (Meyer dan Allen,
1991). Individu dengan komitmen afektif yang tinggi
cenderung untuk melakukan internal
whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang
dalam perusahaan) dibandingkan external whistle-blowing (yaitu melaporkan
kecurangan atau kesalahan perusahaan pada pihak yang berwenang).
Karyawan
dengan komponen afektif tinggi, masih bergabung dengan organisasi karena
keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu karyawan dengan
komponen continuance tinggi, tetap bergabung dengan organisasi tersebut
karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normatif
yang tinggi, tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan tingkah laku yang berbeda berdasarkan
komitmen organisasi yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen
organisasi dengan dasar afektif memiliki tingkah laku berbeda dengan karyawan
yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan
memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan
organisasi.
Latan (2014) menyebutkan tiga
karakteristik komitmen organisasi yaitu: (1) keyakinan kuat dan penerimaan
tujuan organisasi dan nilai-nilainya; (2) kemauan untuk mengerahkan upaya atas
nama organisasi; (3) niat yang kuat atau keinginan untuk tetap bersama
organisasi.
Menurut Susanty dan Miradipta (2013) occupational
commitment dan komitmen organisasi memberikan kontribusi secara independen
terhadap prediksi aktivitas profesional dan perilaku kerja.
Refference
Allameh, Sayyed Mohsen., Samane
Amiri., dan Ali Asadi., (2011) ”A Survey of Relationship Between Organizational
Commitments and Organizational Citizenship Behavior Case Study: Regional Water
Organization of Mazandaran Province”, Interdisciplinary
Journal of Contemporary Research in Business, Vol. 3, No. 5
Amstrong, Michael. (1994). Manajemen
Sumber Daya Manusia: A Handbook Of
Human
Resource Management. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. and
Donelly, Jr., J.H. (2009). Organizations. 5th Edition. Business
Publication, Inc
Konovsky, M.A & Cropanzano, R. (1991). Perceived fairness of
employee drug testing as a predictor of employee attitudes and job performance.
Journal of Applied Psychology, 76(5)
Latan, (2014). Human behavior at
Work: Organizational Behavior. Eighth
edition. Mc. Graw Hill Book Company, Singapore
Meyer, Jhon P., dan Natalie J. Allen.,
(1991) ”A Three Component Conceptualization of Organizational Commitment”, Human Resource Management Review, 1 (1)
Robbins, p., (2002) Organization
Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice
Hall
____________(2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12 Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat
Sani, Achmad., (2013) ”Role of
Procedural Justice, Organizational Commitment and Job Satisfaction on job
Performance: The Mediating Effects of Organizational Citizenship Behavior”, International Journal of Business and
Management, 8(15)
Shepherd, Jeryl dan
Briand Mathews. (2000). Employee Commitment:
Academic vs 26
Practitioner
Perspectives, Journal of Employee Relations, 22 (6)
Susanty, Aries dan
Miradipta Rizqi (2013). Employee’s Job
Performance: The Effect of Attitude
toward Works, Organizational Commitment, and Job Satisfaction. Jurnal Teknik
Industri. Vol 15. No 1
Yousef, Darwish A. (2000). Organizational Commitment: A Mediator of the Relationships of
Leadership Behavior with Job
Satisfaction and Performance in a non-western Countryî. Journal of Managerial Psychology, Volume 15, Number
1
Ternyata Pengertian Komitmen Organisasi sangat panjang,
BalasHapusTerimakasih atas ilmunya