Pengertian
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja merupakan salah satu komponen yang mendukung tercapainya produktivitas.
Menurut Susanty dan Miradipta (2013),
Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap
yang positif terhadap pekerjaan itu. Seseorang tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Kepuasan
kerja merupakan salah satu komponen yang mendukung tercapainya produktivitas. Menurut
Robbins (2002),
Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seseorang individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap
yang positif terhadap pekerjaan itu. Seseorang tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Kepuasan kerja didefinisikan oleh
Handoko (2001) sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, bisa terlihat dari sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan
kerjanya.
Sani (2013)
menjelaskan bahwa pegawai atau karyawan yang tergabung dalam suatu
organisasi, akan membawa serta seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan
pengalaman masa lalu yang menyatu membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja
menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang
disediakan pekerjaan.
Menururt
Hasibuan (2003), kepuasan kerja juga bisa diartikan sebagai sikap emosional
karyawan yang mencintai dan menyenangi pekerjaannya. Kepuasan atau
ketidakpuasan karyawan tergantung pada perbedaan antara apa yang diharapkan.
Apabila yang didapat karyawan lebih rendah daripada yang diharapkan akan
menyebabkan karyawan tidak puas.
Menurut
beberapa definisi mengenai kepuasan kerja tersebut di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap dimana apa yang diperoleh
dari pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan dari pekerjaan.
Peran kepuasan kerja
Kepuasan kerja karyawan
perlu sekali dimengerti oleh para pimpinan perusahaan, karyawan sebagai
individu mempunyai sikap, pandangan, cara berpikir dan lainnya yang
berbeda-beda antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya, sehingga
tanpa adanya kepuasan kerja bisa mengakibatkan turunnya produktivitas kerja.
Menurut As’ad (2004) hal yang dapat dilihat
bila ketidakpuasan kerja terjadi dikalangan karyawan dalam bentuk sebagai
berikut :
1)
Labour Turn Over (perpindahan pegawai yang
tinggi)
2) Labour Disputes (pertikaian buruh) yang dapat mengakibatkan
pemogokan
3)
Terlalu banyak pegawai yang tidak masuk atau sering terlambat
4)
Moral kerja yang rendah yang berupa kemalasan
5)
Apatisme
Akan tetapi apabila program perusahaan untuk kepuasan
kerja berjalan seperti yang diharapkan karyawan maka kepuasan kerja dapat
berfungsi untuk:
- Meningkatkan semangat kerja karyawan
- Menurunkan tingkat absensi
- Meningkatkan produktivitas karyawan sekaligus loyalitas karyawan
- Mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja diperusahaan terutama karyawan profesional yang sangat besar peranannya dalam pengoperasian perusahaan
Indikator Pengukuran Kepuasan Kerja
Berdasarkan
hasil survei yang
dilakukan Herzberg pada tahun 1959 (Robbins, 2002), ia berkesimpulan
bahwa pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh para peneliti untuk memecahkan
masalah kepuasan kerja tidaklah lengkap. Sebagian dari penelitian tersebut hanya
mencoba mencari-cari faktor-faktor yang mempengaruhi sikap kerja, yaitu
“faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sikap karyawan menjadi suka atau tidak
menyukai pekerjaannya?” Sedangkan peneliti-peneliti yang lain hanya mencoba
melihat pengaruh sikap terhadap kinerja, yaitu “apakah karyawan yang puas lebih
produktif dari karyawan yang tidak puas?” Menurut Herzberg, diperlukan suatu
pendekatan yang telah dilakukan tersebut.
Untuk membuktikan pendapatnya itu, Herzberg dan sejawatnya pada tahun
1959 melakukan penelitian terhadap 200 orang insinyur dan akuntan Pittsburg.
Kepada mereka diminta untuk mengambarkan secara detail bilamana mereka merasa
puasa dan tidak puasa dengan pekerjaannya.
Dari analisa yang dilakukan terhadap data yang terkumpul, Herzberg dan
sejawatnya menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja
berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja.
1)
Motivator Factor
Motivator factor berhubungan
dengan aspek-aspek yang terkandung dalam pekerjaan itu sendiri. Jadi
berhubungan dengan job content atau disebut juga sebagai aspek intrinsik
dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang termasuk di sini adalah:
a)
Achievement (keberhasilan menyelesaikan tugas)
b)
Recognition (penghargaan)
c)
Work it self (pekerjaan itu sendiri )
d)
Responsibility (tanggung jawab)
e)
Possibility of growth (kemungkinan untuk
mengembangkan diri)
f)
Advancement (kesempatan untuk maju)
Herzberg (1966) berpendapat
bahwa, hadirnya faktor-faktor ini akan memberikan rasa puas bagi karyawan, akan
tetapi pula tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan
ketidakpuasan kerja karyawan.
2) Hygiene factor
Hygiene factor ini
adalah faktor yang berada di sekitar pelaksanaan pekerjaan; berhubungan dengan job
context atau aspek ekstrinsik pekerja. faktor-faktor tersebut adalah :
a)
Working condition (kondisi kerja)
b)
Interpersonal relation (hubungan antar pribadi)
c) Company policy and administration (kebijaksanaan
perusahaan dan pelaksanaannya)
d)
Supervision technical (teknik pengawasan)
e)
Job security (perasaan aman dalam bekerja)
Menurut
Herzberg (1966),
perbaikan terhadap faktor-faktor ini akan mengurangi atau menghilangkan
ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan kerja karena ini bukan
sumber kepuasan kerja. Prinsip dasar dari dinamika faktor ini adalah sebagai berikut:
1) Hygiene
factor dapat mencegah atau membatasi ketidakpuasan kerja, tetapi tidak
dapat memperbaiki kepuasan kerja.
2)
Perbaikan dalam motivator factor dapat mencegah kepuasan kerja, tetapi
tidak dapat mencapai ketidakpuasan kerja.
Menurut Wexley and Yukl (1977), kepuasan kerja
ditentukan atau dipengaruhi oleh sekelompok faktor. Faktor-faktor itu dapat
dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu yang termasuk dalam karakteristik
individu, variabel situasional, karakteristik pekerjaan.
1)
Karakter individu, yang meliputi: kebutuhan-kebutuhan individu, nilai-nilai
yang dianut individu (values), dan ciri-ciri kepribadian (personality
traits).
2) Variabel-variabel
yang bersifat situasional, yang meliputi: perbandingan terhadap situasi sosial
yang ada, kelompok acuan, pengaruh dari pengalaman kerja sebelumnya.
3)
Karakteristik pekerjaan, yang meliputi: imbalan yang diterima, pengawasan yang
dilakukan oleh atasan, pekerjaan itu sendiri, hubungan antara rekan sekerja,
keamanan kerja, kesempatan untuk memperoleh perubahan status.
Menurut
Luthans (2005), indikator
utama yang mempengaruhi kepuasan kerja seperti: 1) Pekerjaan itu sendiri Yang
termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dan
menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta pekerjaan yang dapat
memberikan status. 2) Upah/gaji Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan,
namun merupakan faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja. 3)
Promosi Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam terhadap
kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbedabeda dan
bervariasi pula imbalannya. 4) Supervisi Supervisi merupakan sumber kepuasan
kerja lainnya yang cukup penting pula. 5) Kelompok kerja Pada dasarnya,
kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan
kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi pegawai individu. 6) Kondisi kerja/lingkungan kerja Jika
kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya, maka
pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka, namun bila kondisi
kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, pegawai akan lebih
sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
Menurut
Robbins (2002) terdapat empat faktor yang
menentukan atau mendorong kepuasan kerja, yaitu pekerjaan yang menantang,
ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung.
1. Pekerjaan
yang menantang. Pekerjaan
yang menantang adalah pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk
menggunakan ketrampilan dan kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas,
kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu,
yang secara mental menantang.
2. Ganjaran
yang pantas (Imbalan). Imbalan yang pantas, dan atau imbalan yang layak adalah
merupakan keinginan karyawan akansistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
pandangan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan
mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan,
tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan
besar akan dihasilkan kepuasan. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan
kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting adalah pandangan
keadilan. (Robbins, 2002).
3.
Kondisi kerja yang mendukung. Menurut Robbins (2002), Kondisi kerja yang
mendukung dikatakan bahwa para karyawan prihatin dengan lingkungan kerja mereka
yang menyangkut kenyamanan pribadi maupun kemudahan untuk dapat bekerja dengan
baik. Studi-studi menunjukkan bahwa karyawan lebih menyukai lingkungan fisik
yang tidak berbahaya atau yang nyaman. Selain
itu kebanyakan karyawan lebih suka bekerja tidak jauh dari rumah, dalam
fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat dan perlengkapan yang memadai. Kondisi kerja yang mendukung adalah tingkat kepedulian yang dipersepsikan pegawai terhadap lingkungan kerja yang memberikan kenyamanan pribadi dan memudahkan mengerjakan tugas yang baik (Robbins, 2002).
4.
Rekan kerja yang mendukung. Menurut Robbins (2002): “Dari kerja orang mendapatkan
lebih dari sekadar uang atau prestasi-prestasi yang berwujud. Bagi kebanyakan
karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial”.Oleh karena itu
tidak heran, memiliki rekan kerja yang supportif dan bersahabat dapat
meningkatkan kepuasan kerja. Perilaku
dari pimpinan juga merupakan penentu utama terhadap kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan akan dapat
tercapai bilamana pimpinan langsung dapat memahami, bersahabat dan memberikan
pujian atas kinerja karyawan yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan
menunjukkan minat pribadi terhadap mereka.
Refference
As’ad M. (2004). Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberti
Handoko, Hani.
(2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE
Hasibuan, Malayu S.P. (2003). Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara
Herzberg F.(1996). The Motivation to
Work. John Willey and Sons, Inc : New York
Luthans,
Fred., (2005), Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh,
Diterjemahkan oleh : Vivin Andhika Yuwono; Shekar Purwanti; Th.Arie Prabawati;
dan Winong Rosari. Penerbit Andi,
Yogyakarta
Robbins, P., (2002) Organization
Behavior: Concept, Controversies, Application, Seventh Edition, Prentice
Hall
Susanty, Aries dan
Miradipta Rizqi (2013). Employee’s Job
Performance: The Effect of Attitude
toward Works, Organizational Commitment, and Job Satisfaction. Jurnal Teknik
Industri. Vol 15. No 1
Sani, Achmad., (2013) ”Role of Procedural Justice, Organizational
Commitment and Job Satisfaction on job Performance: The Mediating Effects of Organizational Citizenship Behavior”,
International Journal of Business and Management, 8(15)
Wexley, K.N., & Yukl, G. (1977).
Organizational Behavior and Personnel Psychology. Richard D. Irwin: Home wood,
Illinois
Tidak ada komentar:
Posting Komentar